Jumat 29, Maret 2019 Muqti (Muslimah quality time) dibuka pukul 10.15 dipandu oleh Feby Dwitri putri dan Dita Amalia dari FMIPA. Acara Muqti dilaksanakan di Aula Bung Hatta Gedung Pasca Sarjana. Acara Muqti perdana kali ini dihadiri oleh 250 peserta. Peserta sangat antusias dan mempunyai semangat membara dalam menuntut ilmu dari Ustadzah Shinta dan Ustadzah Burhanita . Tidak lupa acara Muqti diawali dengan tilawah yang dibacakan oleh Mitha dan sari tilawah habibah dari LSO Quran Institute UNJ. Sebelum inti acara dimulai peserta dihibur dengan penampilan nasyid yang sangat membantu membangkitkan ruhani yang sedang rapuh. Pukul 10.35 inti acara akhirnya dimulai. Peserta terlihat sangat antusias dalam mengikuti setiap proses menuju inti acara. Pertanyaan peserta yang diajuakan kepada pembicara sangatlah memilki alasan tersendiri untuk mereka dalam menguatakan hijrahnya.
Pertanyaan pertama diajukan untuk Ustadzah Shinta dan Ustadzah Burhanita adalah “makna hijarah itu apa?” Ustadzah Shinta menjawab bahwa makna hijrah adalah berpindah dari sesuatu. Kemudian pernyataan itu diperkuat oleh Ustadzah Burhanita yang lebih melihat dari sudut pandang harifiah makna hijarh adalah pengertian yang sesungguhnya yaitu meninggalkan sesuatu secara totalitas. Berpindahnya, hijrahnya yg totalitas dan bermakna. Pindah menuju kearah yg mulia yang lebih positif. Hijrah diawali dari niat. Dilanjut pertanyaan kedua yaitu “ Apa yang menginspirasi untuk hijrah?” yang ditujukan langsung untuk Ustadzah Shinta, pertanyaan ini dijawab dengan proses hijrah yang dialami oleh Usadzah Shinta. Kata beliau “Proses terberat dalam hijrah adalah ketika meninggalkan dunia balap. Perjuangan untuk balapan untuk bisa balapan Puncaknya pada tahun 2017 saat mau ikut event balapan lalu ada yg datang mengkhitbah. Tujuan terakhir adalah untuk akhirat. Saat balapan berlangsung aku seneng ketika ada yg kecelakaan. Terjadi pergolakan batin kenapa ya malah seneng.” Begitulah tuturnya dengan lembut yang dari pernyataanya mampu memberikan ghirah untuk tetap istiqomah dalam berhijrah.
Mendengar kedua pertanyaan tersebut saja setiap oarng yang mendengarnya mampu mengambil hikmah dari kisah hijrah mereka. Pertanyaan ketiga yang lebih mengacu pada perbedaan konstaratif yaitu “Bedanya taubat dengan hijrah?”, pertanyaan ini langsung ditanggapi dengan jawaban yang begitu epik dan mudah untuk dipahami. “Taubat dan hijrah sama sama meninggalkan. Kalau taubat hanya sampai meninggalkan. Hijrah adalah follow up dari meninggalkan hal-hal tersebut. Para ulama sepakat, hijrah ke suatu tempat untuk mempertahankan agama itu tidak ada. Kecuali kasus di palestina, dan lainnya. Tetapi jika akhwat misal krn kondisi keluarga tidak terkondisikan keislamannya lalu pergi dari rumah itu tidak dianjurkan. Hijrah itu hijrah pemikiran, tdk lagi urusan tempat. Tetap bersama keluarga jika masih ada orang tua, tetaplah bersama mereka jadikan diri ini sebagai pembuka dakwah keluarga.” Begitulah jawabnnya. Pertanyaan keempat masih dalam konteks pertanyaan bernuansa konstratif dari pengalaman hijarah pembicara yang begitu inspiratif yaitu “Perbedaan ketika sebelum hijrah dan setelah berhijrah?”, jawabannya adalah “ketika hijrah kemana-mana merasa tenang, merasa nyaman. Karena memang proses hijrah adalah hidayah dari Allah jadi harus peka bahwa hidayah itu dekat.” Kemudian beliau menambahkan “tips untuk istiqomah dalam hijrah adalah tanyakan pada diri ini, hidup ini buat apa? Hidup di dunia cuma sementara, kemudian carilah dan berkumpul dengan teman-teman yang salihah.
Pertanyaan selanjutnya lebih kepada pendalam sirah shabiyah yang dapat membantu istiqomah dalam berhijrah, pertanyaannya adalah ”shirah shohabiyah yg bisa menginspirasi untuk hijrah” pertanyaan ini ditanggapi dengan jawaban yang sangat mempesona “dalam menguatkan Iman, hijrah, jihad selalu disandingkan. Kemenangan-kemenangan. Peristiwa hijrah shohabiyah setelah hijrah itu tidak biasa-biasa saja. 1) Ruqoyah Binti Muhammad sebelum masuk islam ia dinikahkan dengan anaknya Abu Lahab. Setelah islam turun, Ruqoyah dikembalikan ke rumah orangtuanya oleh Ibu mertuanya. Kemudian Ruqoyah dinikahkan dengan Utsman Bin Affan, lalu mereka hijrah ke Habasyah melahirkan di tempat pengasingan. Lalu kembali lagi ke Madinah dengan kondisi bundanya Khadijah RA.” Kemudian pernyataan terakhirnya adalah “Hijrah seseorang itu selalu ada nilai jihad” pernyataan yang sangat memberikan nilai terhadap setiap proses orang berhijrah. Pernyataan terakhir dalah “Pesan tuk teman-teman agar mantap berhijrah?” beliau menjawab “ketika menjadi seorang muslimah jangan pernah merasa lebih baik, lebih sholihah. Harus bener-bener totalitas jangan hanya sekedar pakai gamis dah selesai.” Kemudian dilanjut oleh Ustadzah Burhanita “Hijrah selalu akan diikuti dengan cobaan-cobaan, ujian-ujian. Hijrah itu proses. Proses yg step by step tapi ke atas bukan ke samping. Ketika mulakan dengan lillahi ta’ala kita akan merasa seakan Allah menarik kita tuk menaiki tangga tersebut. Keikhlaskan kita terganggu ketika kita telah melewati cobaan tersebut. Mulailah proses hijrah dengan keikhlasan. Ketika ada ikhlas ketika ada iman. Ini semua karena rahmat Allah. Mulakan karena Allah dan Allah pula yang akan mengakhiri. Perbaiki niat itu ketika sudah mulai lelah.” Begitulan pernyataan dari kedua pemateri yang begitu memotivasi peserta dalam berhijrah.
Reporter : Hana Nur Sakinah
Editor : Fika Roudlotul Ilmi