Menyongsong Fajar Peradaban : Belajar dari Bangkitnya Generasi Shalahudin Al-Ayyubi
Oleh : Filzah Restu Alfriyani
Mengenal sebuah nama Shalahuddin Al-Ayyubi tentu tidak asing bagi kita. Sebelum kita mengenal mengenai generasi Shalahuddin. Terlebih dahulu perlu kita ketahui bagaimana latar perjuangan beliau dan apa visi yang diemban beliau. Sehingga, akhirnya kita dapat memahami titik demi titik sejarah perjuangan Shalahuddin.
Berawal dari pertanyaan, sudah berapa kali Al-Aqsa dibebaskan? Siapa saja manusia yang Allah pilih sehingga mampu menaklukan zaman dan membebaskan Palestina? Mari kita belajar dan memahami sejarah yang pada akhirnya mampu mengembalikan ghirah-ghirah perjuangan kita dalam dunia dakwah dan pergerakan melawan kebatilan.
Menjawab pertanyaan di atas, pada saat itu Al-Aqsa telah dibebaskan sebanyak tiga kali. Tentu hal ini, Al Aqsa sebelumnya sudah mengalami penjajahan berkali-kali di zaman Rasulullah. Orang yang pertama kali membebaskan Al Aqsa adalah seorang murid dari nabi Musa Alaihissalam yang bernama Yusya bin Nuun. Kedua, ketika kaum muslimin di masa kepemimpinan Rasulullah, Rasul memberangkatkan Usamah bin Zaid ke Romawi, dan wasiat utama Rasulullah adalah mengirim pasukan Usamah bin Zaid ke Utara, yakni kota Byzantium, Rowami Timur yang mana jarak antara kemah Usamah dan Al Aqsa sekitar 70 kilo. Namun, Rasulullah wafat kala mengirim Usamah ke Rowami Timur. Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq yang meneruskan kekhalifahan di zaman itu untuk menggantikan Rasulullah selama 2 tahun. Dalam kepemimpinan Abu Bakar selama 2 tahun tersebut, beliau membagi fokus yakni di tahun pertama adalah memerangi nabi-nabi palsu, tahun kedua fokus terhadap ekspansi.
Dalam kepemimpinan Abu Bakar di tahun kedua adalah menyatukan Arab dalam satu bendera yang mana tidak boleh ada dua agama yang bersatu di jazirah Arab ini. Maka, seluruh Jazirah Arab berkumpul dan menyatukan bendera-bendera Islam. Setelah umat Islam bersatu, Abu Bakar Ash-Shiddiq melancarkan ekspedisi mengiri 4 pasukan (Ada yang mengatakan 7 pasukan) agar semua menuju ke Utara. Ada yang menuju ke Iraq dan Syam. Namun, Abu Bakar wafart sebelum membebaskan masjid Al Aqsa, sehingga digantikan oleh Kepemimpinan Umar Bin Khattab. Di bawah naungan kepemimpinan Umar Bin Khattab inilah atas izin Allah masjid Al Aqsa dapat dibebaskan.
Barangkali kita telah sering mendengar kisah Isra mi’raj. Namun, tidak banyak yang mengetahui ketika Isra Mi’raj Rasulullah datang ke Al Aqsa dengan keadaan Al Aqsa sedang terjajah oleh Byzantium. Bahkan, saat itu nama Al Aqsa diubah bukan sebagai Baitul Maqdis oleh Byzantium. Umar menjadikan Baitul Maqdis sebagai puncak pembebasan kaum muslimin. Itulah mengapa yang datang menerima kunci Baitul Maqdis saat itu adalah Umar sendiri dan tidak diwakilkan dengan siapapun. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa betapa pentingnya Baitul Maqdis bagi para sahabat. Bahkan saat Umar menerima kunci tersebut dari seorang pemuka agama Baitul Maqdis yang beragama Kristen. Beliau menyingsingkan lengan beliau dan datang ke Masjid Al Aqsa yang pada saat itu dalam keadaan tidak terurus, hanya sekadar bangunan datar, dan banyak sampah berserakan. Umar pun mengambil satu per satu batu dan dibangunlah masjid yang dapat digunakan untuk shalat. Al Aqsa sudah ada sejak dulu yang mana pertama kali dibangun oleh Nabi Adam, dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim, dan diperbaiki oleh Nabi Sulaiman.
Di Al Aqsa sendiri terdapat 7 bangunan masjid yang semua bangunan tersebut adalah satu wilayah sehingga diberi nama Masjid Al Aqsa. Di masa Bani Umayyah seorang bernama Malik bin Marwan membangun sebuah bangunan di sana yang kita kenal sebagai Kubah Sakhrah yang kubahnya berwarna emas dan dalam kubah tersebut beliau memerintahkan untuk mengelili kubah tersebut dengan tulisan surah Yaasiin. Lalu ada seseorang yang bertanya “Wahai Khalifah, mengapa anda memilih surah Yaasiin sebagai hiasan masjid Al Aqsa?” lalu beliau menjawab “Sebagaimana surah yasin adalah jantungnya Al quran, maka masjid Al Aqsa adalah jantungnya kaum muslimin.” Maka kita mengetahui bahwa, siapa yang memimpin Palestina, maka mereka memimpin dunia.
Ketika orang-orang pasukan salib menguasai Palestina mereka menguasai banyak hal di dunia. Tetapi saat ini dapat kita ketahui yang menguasai dunia adalah zionis Yahudi, mereka datang ke Palestina sebab mereka tahu bahwa Palestina adalah jantung kaum muslimin. Sehingga zionis Yahudi bertujuan mengoyak-ngoyak jantung kaum muslimin dan melemahkan kaum muslimin dengan menguasai Palestina. Jika diibaratkan, zionis itu bak lilitan ular yang mana ekornya adalah Timur, badannya adalah Barat, dan ujung kepala otak si ular ini adalah Israel. Jatuhnya permusuhan kaum muslimin dengan Yahudi merupakan permusuhan yang memang sudah Allah katakana dalam Al quran :
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik …” (QS. Al Ma’idah ayat 82)
Dalam Islam, telah kita ketahui bagaimana penting dan utamanya kedudukan Baitul Maqdis bagi Rasulullah dan para sahabat. Jika kita telah memahami betapa pentingnya Baitul Maqdis, maka kita akan mengetahui betapa pentingnya meneladani “Generasi Shalahudin.”
Seperti yang telah dikatakan diparagraf sebelumnya, kita takkan tahu pentingnya Shalahuddin, bila kita tidak mengetahui bagaimana pentingnya Baitul Maqdis. Sebab orang yang jika ilmunya belum bisa mengilmui sesuatu maka ia belum bisa menghargai sesuatu tersebut. Dapat diibaratkan jika orang yang gila diberi emas karena ia tidak memiliki ilmu di kepalanya kalau emas itu berharga. Maka ia tidak akan menghargai emas tersebut. Jadi, kita tidak akan tahu bagaimana sosok Shalahudin Al Ayyubi jika kita belum mengetahui bahwa Baitul Maqdis adalah visi dari seorang Shalahuddin Al Ayyubi.
Tiga hal yang perlu kita ketahui dari Shalahuddin yang belum banyak diketahui orang. Mengapa Shalahuddin mampu menoreh sebuah sejarah hingga namanya begitu cemerlang? Beliau dapat dikatakan sebagai sentuhan akhir (Finishing Touch) dari Baitul Maqdis di abad ke-11 tahun 1096. Dimana penjajahan pasukan salib yang bergelombang berkali-kali di Eropa Barat dari Prancis, Inggris, Jerman, hingga menuju Palestina untuk menjajah Palestina. Di masa penjajahan pasukan perang salib inilah kekejian terjadi pada kaum muslimin, yang mana mereka menyembelih 7.000 kaum muslimin selama 4 hari 4 malam.
Dari kejadian yang keji itulah Karen Amstrong dalam bukunya berjudul History of Jerussalem mendeskripsikan bahwa sampai kuda pun nyaris seperti berenang dalam genangan darah. Ulama-ulama islam dikumpulkan di masjid Al-Aqsa dijamin akan dibiarkan hidup namun setelah para ulama berkumpul di masjid Al-Aqsa yang terjadi adalah para ulama dibantai dan disembelih semuanya. Sehingga masjid Al Aqsa yang terdapat 7 bangunan itu ada beberapa tempat contohnya Masjid Musholla Marwani dijadikan kandang kuda, ada beberapa bagian masjid yang dijadikan kantor polisi, dijadikan tempat sampah kota, dan tempat digantungnya para tawanan. Seperti itulah keadaan masjid Al-Aqsa pada saat pasukan salib menjajah Palestina.
Ketika dunia Islam seperti itu manusia pertama yang menggelorakan semangat perjuangan untuk membebaskan Baitul Maqdis adalah seorang perwira, seorang komandan perang bernama Imanuddin Zanki. Beliau adalah seorang sultan dan seorang pemimpin militer dan seorang teladan yang memecah kesunyian. Pada zaman itu korupsi merajalela, orang belajar agama bukan demi mengenal Allah tapi karena jabatan, para penguasa sibuk dengan urusan masing-masing, perpecahan terjadi dimana-mana, bid’ah menyebar kemudian anak-anak muda sibuk dengan musik, syair-syair, sibuk dengan sesuatu yang bukan jihad. Maka krisis yang luar biasa itu membuat Imanududdin Zankimemecah kesunyian peradaban. Beliau mengatakan dan menyuarakan kepada umat bahwa :“harus ada orang yang benar-benar berdiri untuk ini. Dan beliau memutuskan bila tidak ada yang lain maka aku saja. Jika tidak ada yang bersedia menyambut seruan ini maka biarlah aku saja yang menyambut seruan perjuangan pembebasan masjid Baitul Maqdis Al Aqsa ini!.”
Di akhir hidup beliau belum sempat membebaskan Baitul Maqdis akan tetapi beliau tercatat sebagai manusia yang menghancurkan salah satu benteng terkuat pasukan salib yang mencengkeram Palestina yaitu Kota Raha. Beliau berhasil menghancurkan benteng pasukan salib ini yang mana ketika mereka dating ke Palestina, mereka membangun 5 negara di sana. Keadaan itu tentu lebih menyedihkan daripada keadaan kita saat ini. Kita ketahui bahwa saat ini Paletina terjajah oleh Yahudi dengan ideology zionis. Zaman dulu, zaman Shalahuddin ketika mereka datang ke Palestina, mereka membangun 5 kerajaan sekaligus. Sehingga Imanududdin Zanki tercatat sebagai salah satu manusia yang menghancurkan satu kerajaan itu.
Walaupun Imanududdin Zanki telah berlalu namun beliau mentransformasikan semangat perjuangan itu kepada putranya sendiri, dan putranya menyambut estafeta seruan ayahnya untuk melanjutkan ekspedisi masjid Al Aqsa. Putra itu bernama Nuruddin Zanki. Nuruddin Zanki menjadi manusia yang menghidupkan kembali nilai-nilai Alquran dan Sunnah dalam masyarakat. Lalu yang menjadi pertanyaan, bukankah zaman dahulu umat Islam sangat memegang teguh Alquran dan Sunnah? Dari sinilah kita perlu mengetahui bahwa umat Islam itu memiliki gelombang pada gelombang naik dan gelombang turun.
Nuruddin Zanki mendapati sepeninggal ayahnya masih terjerumus kedalam perpajakkan yang menyakiti orang-orang miskin dan membuat orang-orang kaya tidak ingin mengeluarkan pajaknya. Besarnya pajak tersebut menjadikan orang kaya menyembunyikan hartanya, lalu orang miskin semakin miskin. Akhirnya beliau merevolusi banyak hal mengembalikan semuanya kepada hokum-hukum Islam. Beliau membentuk Mahkamah Darul ‘Adl (rumah keadilan) yang menakut-nakuti para penguasa, para gubernur dibawah kepemimpinannya untuk berlaku adil kepada rakyatnya. Beliau membangun Baitul Maal dan menerapkan zakat, menghapus pajak, membangun kembali instansi-instansi pendidikan yang mengajak anak-anak muda untuk memperdalam agama, mengaji, mengenal agama Islam, mengenal Allah dan Rasul-Nya, konsep adab, ilmu tafsir, ilmu fiqh lalu akhirnya mengenal jihad.
Nuruddin Zanki mengenal itu secara bertahap kepada murid-murid binaannya. Sehingga terciptalah sebuah generasi, yang mana generasi inilah yang disebut sebagai “Generasi Shalahuddin”. Dikarenakan beliau berhasil melawan tantangan zaman, dunia yang tidak baik-baik saja, orang-orang yang tidak peduli dengan Al Aqsa. Nuruddin Zaki yang paham dengan anak-anak muda ini menginstal pikiran untuk bisa membebaskan masjid Al Aqsa, dan tidak mengikuti orangtua mereka yang gagal menyelamatkan Al Aqsa. Orangtua anak-anak muda ini takut dengan mitos bahwa pasukan Salib ini tidak akan pernah terkalahkan. Hal ini sama dengan orang-orang Arab yang mana Israel dating ke Palestina itu ada mitos di dunia Arab dan Islam bahwa Israel tidak bisa dikalahkan. Hal ini dikarekan Islam dan Alquran telah hilangan dari jiwa kaum muslimin. Padahal orang Yahudi itu Allah firmankan bahwa Yahudi lebih takut kepada orang-orang beriman daripada takut kepada Allah.
Nuruddin Zanki telah berhasil membangun sebuah generasi cutting generation, yang mana jika anak-anak muda dibentuk dengan orangtua yang memiliki keyakinan akan sesuatu maka generasi tersebut akan mengikuti apa yang diyakini oleh orangtuanya. Sehingga cara pandang dan corong dari Nuruddin Zanki merancang metode pendidikan yang berbeda. Beliau sangat memahami apa yang dikatakan oleh Imam Malik bin Anas, ketika beliau berkata, “Tidak akan terbaiki kondisi umat ini, kecuali dengan perkara yang telah memperbaiki generasi pendahulu mereka. Yakni kembali kepada Alquran dan Sunnah.” Itulah pula yang senada dikatakan Sultan Abdul Hamid II ketika beliau berkata dalam memoarnya “Sungguh, ketika orang-orang Turki sibuk meniru-niru Barat secara membabi buta, tidakkah mereka sadar bahwa Islam adalah “Our Real Power” kekuatan sejati kita.
Qadarullah ada seseorang yang begitu kagum dengan Nuruddin Zanki, ia bernama Shalahuddin Al-Ayyubi. Beliau keluarga militer, lahir di Tikrit kemudian dengan cara dan takdir Allah. Beliau satu demi satu tangga hingga puncaknya menjadi seorang pembebas Masjid di Mesir. Shalahuddin yang meneruskan perjuangan Nuruddin Zanki. Ketika Nuruddin Zanky wafat, umat Islam sudah siap untuk membebaskan masjid Al Aqsa tetapi mereka kehilangan sosok pemimpin dan ternyata negeri-negeri kaum muslimin belum bersatu. Saat itu Nuruddin hanya memerintah negeri Syam, dan belum memerintah negeri-negeri Islam yang lainnya. Sehingga untuk membebaskan Palestina negeri Syam harus bersatu dengan Mesir.
Shalahuddin sebelum membebaskan Baitul Maqdis, membebaskan wilayah Mesir terlebih dahulu. Saat beliau membebaskan Mesir, ia berdoa “Yaa Allah, ketika Engkau memberikan aku Mesir maka Engkau bermaksud ingin memberikanku Palestina.” Ternyata faktanya adalah ratusan ribu pasukan Shalahuddin, sebagian besar didominasi oleh orang-orang Mesir. Pada akhirnya di tahun 1187, yang mana terhitung Baitul Maqdis dijajah sekitar 80-87 tahun yang mana Shalahuddin lahir saat Baitul Maqdis terjajah. Hebatnya Yahudi saat ini adalah membuat kita sebagai kaum muslimin tidak berpikir bahwa Baitul Maqdis sangatlah penting untuk dibela.
Shalahuddin menjadikan Al Aqsa sebagai misi yang besar. Shalahuddin bukan hanya satu tokoh tapi menjadi satu generasi. Dibalik cemerlangnya generasi ini ada peran ulama yang sangat berpengaruh yakni Imam Al-Ghazali. Permasalahan umat saat ini adalah, kita hanya menjadikan Al Aqsa sebagai musim-musim yang perlu untuk dibela. Sehingga jika mereka terluka, kita akan bergerak. Mereka di bom dan ditembaki, kita ramai membela. Tapi ketika sepi dan bungkam, kita diam dan tidak terus membela juga mendoakan Al Aqsa. Padahal Al Aqsa adalah jantung umat ini. “Ketika jaya Al Aqsa, jayalah Ummat. Ketika terhina Al Aqsa, terhinalah umat.” Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa, pertama ini bukan hanya berbicara tentang satu orang, melainkan satu generasi yang mampu bergerak melawan kedzoliman di Baitul Maqdis. Kedua seorang pemimpin tidak hadir begitu saja secara instan. Pemimpin umat adalah yang lahir bersama umat, bergerak bersama umat, tumbuh bersama umat, hidupnya untuk umat, dan waktunya untuk umat. Waktu pribadinya adalah waktu untuk umatnya. Ketiga bahwa kita dan Shalahuddin memiliki kesamaan.
Fitnah akan datang dan iman akan bersemayam di Syam. Jika orang itu benar dalam taatnya, benar dalam perjuangannya, orang yang imannya hidup pasti akan tahu siapa dirinya. Walaupun dunia menyatakkannya ekstrimis, teroris dan apapun itu. Tetapi jika iman kita hidup sehingga kita bisa melihat siapa yang memang berjuang untuk Baitul Maqdis dan siapa yang pura-pura berjuang. Tidak semua orang bisa menjadi baiduzzaman (penakluk zaman), tapi kita sebagai umat Islam bisa berikhtiar menjadi baiduzzaman bagi dirinya untuk keluarganya, demi masyarakat, orang-orang disekitar, dan kita punya kesempatan untuk menjadi baiduzzaman bagi orang-orang yang kita cintai. Pertanyaannya maukah kita menjawab tantangan zaman sebagaimana Shalahuddin menjawab tantangan zamannya?– Pesan dari Ustadz Edgar Hamas